Museum Jenderal Ahmad Yani (Anumerta)

Libur minggu ini hunting museum lain. Ishhh... yang lain hunting makanan alias kuliner lah kami malah ke museum. Dan minggu ini ke museum Ahmad Yani.



Salah seorang pahlawan revolusi yang merupakan Jenderal yang tewas akibat kebiadaban PKI di tahun 1965. Ya, kudeta juga. Kalau Jenderal A.H Nasution dapat terselamatkan. http://karinprasetyaningtyas.blogspot.com/2017/04/museum-nasution-anumerta.html Sedangkan Jenderal Ahmad Yani tewas di tempat karena tertembak.


Kejadian pada dinihari tersebut disaksikan langsung oleh putera bungsu beliau yang berusia sekitar 7 tahun dan seorang asisten rumah tangga beliau.




Patung Jenderal Ahmad Yani




Saat itu Cakrabirawa memaksa Ahmad Yani untuk ikut mereka menghadap 









Presiden Soekarno, tanpa mengganti pakaian tidurnya. Maka Pak Yani marah dan menampar salah seorang dari mereka sehingga ketika Pak Yani berbalik badan setelah menutup pintu kaca ditembak berkali-kali sehingga terjatuh dan langsung di seret sepanjang lorong ruang belakang kemudian dilempar ke dalam bis dan truk-truk yang sudah menunggu didepan rumah pribadi Jenderal Ahmad Yani.



Bapak dengan 8 orang anak ini diperkirakan menghembuskan nafas terakhirnya di tempat kejadian. Namun baru diketemukan beberapa hari setelahnya di sumur tua di daerah Jakarta Timur, yang sekarang biasa disebut dengan lubang buaya.


Menuju ke Museum Sasmitaloka ini sepertinya mudah. Bersisian dengan kantor KPAI yang berada di jalan Latuharhari, daerah Manggarai, Jakarta Selatan. Tapi kalau masih kata peta letaknya di Jalan Lembang D 58 Menteng, jadi masih masuk Jakarta Pusat. Tapi karena memang di pojok jadi mudahnya ada di seberang rel kereta api. Bilamana kamu naik kereta dari arah Manggarai, lihatlah ke sebelah kanan sebelum stasiun Sudirman. Pasti kamu akan lihat rumah yang di depannya ada display Mobil sedan biru muda. Itulah museum Jenderal Ahmad Yani. Sebuah rumah saksi pilu sebuah perjuangan. 


Kami kemarin kesana menggunakan commuterline dan turun di stasiun Manggarai untuk kemudian berjalan sekitar 30 menit ke museum. Menguras tenaga tapi seneng, quality time sama keluarga kecil pastinya ☺ Pilihan lainnya kamu bisa menggunakan busway turun sebelum hotel Shangrilla. Persisnya agak lupa. Tapi perlintasan kereta mampang bisa jadi patokannya.


Naik mobil atau sepeda motor juga ga susah meski merupakan jalan searah. Museum yang dibuka untuk umum dari Selasa sampai Minggu pada pukul 8 sampai jam 2 setiap harinya, dan tutup dihari Senin ini tidak dikenakan tiket masuk. Bisa dikatakan fasilitasnya baik, karena ada pemandu sejarahnya dari Dinas Sejarah Angkatan Darat.


Jenderal Ahmad Yani yang lahir di Jawa Tengah pada tanggal 19 Juni 1922. Memulai karier di militer Belanda. Dan sekitar 1943 memilih menjadi Tentara Sukarela Peta di Bogor. Dan setelah Indonesia merdeka terpilih sebagai Danyon IV Magelang, Jawa Tengah. Hingga karier terakhirnya sebagai Men/Pangad. Mempunyai prinsip yang dipegangnya hingga wafat "SAMPAI KE LIANG KUBURPUN AKAN TETAP KUPERTAHANKAN PANCASILA."


Memasuki rumah ini kita memulainya dari belakang. Karena untuk merunut kejadian saat itu. Rumah yang semenjak tahun 1965 tepatnya 1 Oktober diresmikan menjadi Museum ini memiliki 10 ruangan. Rumah dengan 3 kamar tidur ini sesungguhnya rumah pribadi beliau yang diserahkan keluarga sebagai bukti cinta Pak Yani kepada Republik tercinta ini.


Ada ruang tunggu, ruang ajudan yang sekarang diisi dengan dokumentasi foto, buku koleksi beliau serta tanda kepangkatan Jenderal Ahmad Yani. Ada ruang santai, dimana biasanya beliau bercengkerama dengan anak-anak beliau. Ruang khusus yang saat ini diisi dengan lukisan Subuh yang berdarah. Yang mencerminkan penculikan Jenderal Ahmad Yani dan plakat penyerahan kediaman oleh keluarga kepada negara untuk diabadikan sebagai museum.




Ruang Khusus



Kemudian ruang makan, yang berisi furnitur asli seperti meja makan dan kursi serta tanda penghargaan dari dalam dan luar negeri serta lukisan, gading gajah dari Yon 530 Garuda II Congo, serta merupakan lokasi tertembaknya Jenderal A Yani, terbukti dari pintu kaca yang berlubang bekas tembakan Cakrabirawa. 


Ruangan berikutnya kamar pribadi Ahmad Yani dengan koleksi barang replika berupa pakaian tidur, tongkat komando, pakaian, cincin hingga uang gaji yang belum diserahkan kepada Bu Yani dan dua kamar untuk putri-putri beliau. Kamar-kamar ini masih sama seperti kondisi asli pada peristiwa 1 Oktober 1965. 


Ruang lainnya adalah ruang dokumentasi foto dan ruang Pahlawan Revolusi yang baru diisi setelah menjadi museum. Diruang Pahlawan Revolusi dikhususkan untuk koleksi pribadi dari Pahlawan Revolusi lainnya seperti pakaian dinas dan barang lainnya milik Jenderal Ahmad Yani, Letjen Soeprapto, Letjen Siswono Parman, Mayjen Pandjaitan, serta Mayjen Sutoyo Siswomiharjo.




Beberapa koleksi pakaian dinas dari para Pahlawan Revolusi



Berada sekitar 1 jam 30 menit seakan berada dimasa itu. Rasa kehilangan seorang patriotik menumbuhkan betapa banyak air mata yang harus ditukar untuk negeri ini. Ada darah yang harus bercecer sebagai bukti bahwa Pancasila selalu menjadi lambang negara kita. Dan harus selalu diperjuangkan.


Mengenal sejarah lebih dekat menjadikan kita selalu mencintai tanah air ini. Betapa kita beruntung memiliki Pahlawan yang rela gugur untuk bumi pertiwi.


Tunggu ulasan museum lainnya ya. 

Terima kasih buat yang sudah mampir di blog ini. Jangan ragu untuk berkunjung juga ke museum ini.







Komentar