KANTONG BELANJA
Ibu saya (baca si oma) dari sejak saya masih diseret-seret dan adik saya masih digendong, kalau ke pasar Jatinegara selalu bawa kantong belanja yang warna merah tapi tidak ada tulisan go green, mungkin karena di tempatnya sekolah dulu ga pakai bahasa inggris. Dan kantong itu dibawa dari tempatnya sekolah dulu (mungkin kenang-kenangan). Meski si oma tetap bahagia kalau dikasih plastik asal ga kebanyakan, buat ganjelan di tempat sampah atau buat dijadikan sarung tangan kalau lagi berkebun.
Mungkin ada yang bertanya itu tahun berapa? Ya tahun 90'an. Bukan tahun 2016.
Sebenarnya ini cuma faktor kepraktisan kita diberikan kantong belanja yang bunyinya kresek-kresek sama mba-mba warung, jadi bukan kebutuhan. Karena kebutuhan kita kan sama barangnya bukan sama si kantongnya. Masa iya kita beli kantong plastik berhadiah coklat, yang ada beli coklat hadiahnya kantong plastik.
Gunakan kantong plastikmu selama mungkin, sampai kita harus menggunakan itu kantong buat buang popok sekali pakai si bayi atau popok emaknya. Karena sudah kotor dan jijik kalau mau digunakan kembali.
Ketika ada bank sampah, ini salah satu solusi untuk memisahkan limbah dalam rumah tangga agar bisa bernilai jual. Solusi lain ya dibuat kerajinan tangan seperti tas yang kalau ada orang yang bisa boleh loh berbagi ilmunya sama saya. Kali aja saya ga perlu beli tas, tapi cukup pakai tas dari plastik bekas mentega ^^
Yang sekarang lagi jadi trending topik, mungkin kalau jaman koran dulu ada di halaman pertama (begitu pemahaman saya) adalah rasa di zholimi pemerintah atas kebijaksanaannya atau harga jual yang sudah termasuk harga si bungkus kresek-kresek yang intinya masyarakat yang dirugikan. Buat saya rugi kalau nanti pemerintah atau saya pribadi harus bayar biaya angkut sampah yang naik, karena pastinya si plastik kan bikin tambah banyak saja sampah ke TPA.
Ini bukan sekedar mencontoh si negara itu atau negara sono, namun #dietkantongplastik sama saja dengan diet-diet lainnya. Belajar mengurangi kalau belum bisa menjauhi. Kadang beli satu roti yang pakai mentega doang cuma sepuluh ribu, bonusnya lebih banyak, ada tisu, bungkus kertas, bungkus kresek, sama struk pembelanjaan. Nah ini kan bisa di kurangin. Satu aja, si bungkus kresek. Pertama-tama pasti nyesek, inget kaya waktu diputusin pacarkan? Ada yang kurang gitu, biasa di sms tau-tau engga. Nah kalau ini, biasa di kasih bonus kantong plastik tau-tau harus keluarin tas kain dari dalam tas. Ehhhh... tasnya banyak amat?
Saya pribadi suka malas dikasih kantong plastik, apalagi kalau belanjanya susu yang kemasannya box, sudutnya itu loh yang bikin bolong si kantong berisik itu. Makanya lebih pilih bawa kantong kain atau si tas go green.
sumber : google
Trus ngomongin si plastik kantong belanja, kayanya saya jadi mau jualan tas kain yang keren deh, mungkin saya akan menyediakan 24 warna. Biar bisa sesuai sama warna baju kamu. Apalagi kalau mba-mba cantik, pita rambut, sepatu sama tas belanja harus matching biar kekinian. Trus buat anak-anak usia dibawah 12 tahun mungkin akan dibuat tas yang sesuai sama badan mereka, biar bawanya mudah.
Kalau masih ada pro dan kontra, ya ga usah di pusingin, namanya juga pendapat. Tapi ga usah ngomelin kasir atau si mas yang jaga toko yah, kasihan yang mau lingkungan bersihkan bukan cuma si pemilik toko atau yang ngasir di situ. Sama saja dengan pilih nyaman naik mobil sendiri keluarkan uang sedikit lebih banyak tapi ga bau keringat orang atau naik busway, lebih cepat sampai punya temen ngobrol ga cuma radio dan cuma bayar 3500.
Hidup itu pilihan, fokus sama masalah atau fokus sama solusi. Kalau benar perlu 100 tahun untuk mengurai sampah plastik, 100 tahun lagi kita juga sudah ga ada di dunia.
Salam damai
Karin Prasetyaningtyas
Ibu saya (baca si oma) dari sejak saya masih diseret-seret dan adik saya masih digendong, kalau ke pasar Jatinegara selalu bawa kantong belanja yang warna merah tapi tidak ada tulisan go green, mungkin karena di tempatnya sekolah dulu ga pakai bahasa inggris. Dan kantong itu dibawa dari tempatnya sekolah dulu (mungkin kenang-kenangan). Meski si oma tetap bahagia kalau dikasih plastik asal ga kebanyakan, buat ganjelan di tempat sampah atau buat dijadikan sarung tangan kalau lagi berkebun.
Mungkin ada yang bertanya itu tahun berapa? Ya tahun 90'an. Bukan tahun 2016.
Sebenarnya ini cuma faktor kepraktisan kita diberikan kantong belanja yang bunyinya kresek-kresek sama mba-mba warung, jadi bukan kebutuhan. Karena kebutuhan kita kan sama barangnya bukan sama si kantongnya. Masa iya kita beli kantong plastik berhadiah coklat, yang ada beli coklat hadiahnya kantong plastik.
Gunakan kantong plastikmu selama mungkin, sampai kita harus menggunakan itu kantong buat buang popok sekali pakai si bayi atau popok emaknya. Karena sudah kotor dan jijik kalau mau digunakan kembali.
Ketika ada bank sampah, ini salah satu solusi untuk memisahkan limbah dalam rumah tangga agar bisa bernilai jual. Solusi lain ya dibuat kerajinan tangan seperti tas yang kalau ada orang yang bisa boleh loh berbagi ilmunya sama saya. Kali aja saya ga perlu beli tas, tapi cukup pakai tas dari plastik bekas mentega ^^
Yang sekarang lagi jadi trending topik, mungkin kalau jaman koran dulu ada di halaman pertama (begitu pemahaman saya) adalah rasa di zholimi pemerintah atas kebijaksanaannya atau harga jual yang sudah termasuk harga si bungkus kresek-kresek yang intinya masyarakat yang dirugikan. Buat saya rugi kalau nanti pemerintah atau saya pribadi harus bayar biaya angkut sampah yang naik, karena pastinya si plastik kan bikin tambah banyak saja sampah ke TPA.
Ini bukan sekedar mencontoh si negara itu atau negara sono, namun #dietkantongplastik sama saja dengan diet-diet lainnya. Belajar mengurangi kalau belum bisa menjauhi. Kadang beli satu roti yang pakai mentega doang cuma sepuluh ribu, bonusnya lebih banyak, ada tisu, bungkus kertas, bungkus kresek, sama struk pembelanjaan. Nah ini kan bisa di kurangin. Satu aja, si bungkus kresek. Pertama-tama pasti nyesek, inget kaya waktu diputusin pacarkan? Ada yang kurang gitu, biasa di sms tau-tau engga. Nah kalau ini, biasa di kasih bonus kantong plastik tau-tau harus keluarin tas kain dari dalam tas. Ehhhh... tasnya banyak amat?
Saya pribadi suka malas dikasih kantong plastik, apalagi kalau belanjanya susu yang kemasannya box, sudutnya itu loh yang bikin bolong si kantong berisik itu. Makanya lebih pilih bawa kantong kain atau si tas go green.
Trus ngomongin si plastik kantong belanja, kayanya saya jadi mau jualan tas kain yang keren deh, mungkin saya akan menyediakan 24 warna. Biar bisa sesuai sama warna baju kamu. Apalagi kalau mba-mba cantik, pita rambut, sepatu sama tas belanja harus matching biar kekinian. Trus buat anak-anak usia dibawah 12 tahun mungkin akan dibuat tas yang sesuai sama badan mereka, biar bawanya mudah.
Kalau masih ada pro dan kontra, ya ga usah di pusingin, namanya juga pendapat. Tapi ga usah ngomelin kasir atau si mas yang jaga toko yah, kasihan yang mau lingkungan bersihkan bukan cuma si pemilik toko atau yang ngasir di situ. Sama saja dengan pilih nyaman naik mobil sendiri keluarkan uang sedikit lebih banyak tapi ga bau keringat orang atau naik busway, lebih cepat sampai punya temen ngobrol ga cuma radio dan cuma bayar 3500.
Hidup itu pilihan, fokus sama masalah atau fokus sama solusi. Kalau benar perlu 100 tahun untuk mengurai sampah plastik, 100 tahun lagi kita juga sudah ga ada di dunia.
Salam damai
Karin Prasetyaningtyas
Komentar
Posting Komentar