BBM dan harga telur.

Sudah beberapa minggu ini di berita televisi isinya yang tidak mendidik, cuma bikin ibu-ibu tambah merinding. BBM naik, buruh dan mahasiswa demo, motor dan mobil dinas di bakar. Harga cabai mencapai Rp. 110.000/kg. Jelas dong ibu-ibu panik. Harga cabai sama dengan harga daging. 
Aktivitas ke pasarpun menjadi ajang si ibu untuk cerita, betapa ongkos ojek ikutan naik, uang saku anak ikut naik, si bapaknya cerita ga beli cendol waktu siang terik menghampiri. Alkisah, uang cendol untuk beli bensin, jadi mikir, lama-lama tu cendol siapa yang beli yak?
Ketika beli telur bukan cuma telur imut yang dipilih agar dapat banyak, namun juga harga yang langsung ditanyain ke si abang telur, sekilo berapa bang? Begitulah kira-kira. 18.000 ihhhh abang baek bener, waktu lebaran aja sekilo 22.000. Yah makanya makan telor aja bu, lebih bergizi dari pada cabe. Nah hal ini saya sebagai ibu-ibu sepakat, secara untuk kandungan gizi udah pasti telur lebih baik, protein hewani. 
Sebenarnya BBM naik mah bukan hal baru, namun ujungnya harga kebutuhan lainnya  akan naik bila tidak di pastikan distribusinya lancar. Namun sama seperti telur, distribusi lancar maka penjualpun menjual tetap dengan harga murah. Andaikata semua barang di pasaran tersedia, distribusi lancar yakin deh semua akan baik-baik saja kecuali ya harga bensin dan teman-temannya udah naik, kendaraan umum dan sahabatnya juga sudah beda tarif dari beberapa hari yang lalu.
Salam  dari pojok pasar....

Komentar