Pejalan kaki yang terkalahkan

Ini sebuah kisah orang-orang disekitaran Jakarta....

Perubahan kesibukan sekarang ini membuat banyak orang berlomba-lomba mengerjar entah kecepatan atau kesuksesan. Sehingga yang paling pertama adalah dilarang terlambat. Bergeraklah manusia seperti kita dari rumah ke sekolah, atau dari tempat kerja ke tempat meeting bisa juga dari kampus ketempat kerja. Semua harus beres dan cepat, dengan waktu yang masih tetap 24 jam sehari, ditambah kemacetan yang merajalela. 

Naik angkot (angkutan kota) lama, suka berhenti. Tapi murah, wong bayar bensinnya barengan, jadi biar lama asalkan murah, hehe. Naik kereta (sekarang udah keren Jabodetabek namanya KRL), pakai Air Conditioner, bayarnya juga murah paling cuma Rp. 2500 tapi suka terlambat, atau ketinggalan. Jadi nunggu lagi, memerlukan kedisiplinan waktu. Naik busway, nyaman, tapi suka lama nunggunya, atau busway-nya banyak tapi isi  Bahan Bakar Gas (BBG) melulu, ga ada yang angkut penumpang. Bikin keringetan aja saking takut kena macet, secara masih banyak pengendara mobil pribadi masuk ke jalur busway.

Sekalinya ada perlintasan yang macet, hanya antri di lampu merah, secara jamaah motor-motor beriringan contra flow, yang mengakibatkan macetnya tak berujung. Dan polisi cuma bisa senyum-senyum, wong jamaah. Ditambah itu motor polisi juga masuk contra flow, plat merah juga ada, sampai dengan plat warna hijau beriringan pula. Polisinya ya pasrah.

Melewati lingkungan sekolahan, semua orang mengejar semua kesuksesan itu, anak-anak yang mau menyebrang jalan  malah di klakson..... Teeeeeeeeeeeeeet. Muka anak-anak imut itu langsung berubah bingung. Hal yang sekitar 20 tahun lalu tak pernah aku lihat sekarang menjadi pemandangan yang biasa saja. Melewati gang yang kecil sekitar lingkungan padat penduduk, tampilan beringas  malah mudah dilihat. Pejalan kaki minggir-minggir, takut tersambar sekitaran 5 sampai 6 motor yang rapat beriringan.  

Apakah karena hal itu orang tua takut anaknya tersambar motor dan mobil maka mereka mengantar anak-anaknya ketempat tujuan anak-anak, entah sekolah atau tempat lesnya? Bukankah itu membuat tambah macet dan kita malah boros bahan bakar? Apakah karena mereka (baca orang tua) suka juga ngebut dan tidak memberi jalan anak-anak sehingga takut hukum karma berlaku pada anaknya? Entahlah....

Yang penting, mental saling berbagi di mana pun harus menjadikan cerminan dalam bermasyarakat, khususnya warga Jakarta. Agar siapapun aman menggunakan jalan. Terutama pejalan kaki. Jadikanlah jalan kaki menjadi kebiasaan, dan hargailah hak kami selaku pejalan kaki.

Komentar